INFO RIAU – Polemik efisiensi anggaran kembali menyeruak di Provinsi Riau. Setelah publik ramai menyoroti Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Pemerintah Provinsi Riau 2025 yang menelan Rp1,4 triliun, kini giliran alokasi gaji dan tunjangan anggota DPRD Riau yang menjadi sorotan.

Rp58,5 Miliar untuk 65 Legislator
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau 2025, total gaji dan tunjangan yang dialokasikan untuk 65 anggota DPRD Riau mencapai Rp58,5 miliar. Jika dirata-rata, setiap anggota DPRD menerima sekitar Rp70 juta per bulan, terdiri atas gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan perumahan, serta tunjangan transportasi.
Meski nominal ini relatif kecil dibandingkan belanja pegawai Pemprov Riau yang menembus Rp3 triliun, publik menilai angka tersebut tetap signifikan, terutama ketika kondisi daerah sedang menghadapi defisit anggaran.
Kritik Efisiensi Anggaran
Sejumlah pengamat kebijakan publik menilai masih tingginya alokasi untuk DPRD menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam menekan pemborosan anggaran.
“Kalau memang daerah mengalami defisit, logisnya semua pihak ikut berkorban, termasuk DPRD. Jangan hanya masyarakat yang diminta mengencangkan ikat pinggang,” ujar salah satu akademisi di Pekanbaru.
Menurutnya, tingginya beban belanja rutin seperti gaji dan tunjangan pejabat publik dapat mengurangi ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan masyarakat.
Baca Juga : Ketua DPRD Riau Yakin Semua Fraksi Dukung Pansus Plasma 20 Persen
Kontras dengan Defisit Daerah
Kondisi keuangan Riau pada 2025 diperkirakan masih menghadapi tekanan. Defisit anggaran membuat sejumlah program pembangunan harus dipangkas, bahkan beberapa proyek ditunda. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat: mengapa tunjangan DPRD tidak ikut disesuaikan?
Banyak warga menilai adanya kesenjangan antara kondisi nyata yang dihadapi rakyat dengan kenyamanan finansial yang diterima para wakil rakyat.
DPRD Diharapkan Ambil Sikap
Sejumlah kalangan mendesak agar DPRD Riau memberikan contoh dengan melakukan efisiensi internal. Pemangkasan tunjangan dinilai bisa menjadi sinyal moral bahwa wakil rakyat peka terhadap situasi keuangan daerah.
“Kalau DPRD mau memotong sebagian tunjangannya, setidaknya ada empati kepada masyarakat. Ini bukan sekadar soal angka, tapi soal keadilan dan sensitivitas sosial,” ujar pengamat politik lokal.
Dorongan Transparansi dan Evaluasi
Publik juga mendorong adanya transparansi lebih besar terkait rincian gaji dan tunjangan DPRD. Evaluasi berkala terhadap efektivitas penggunaan anggaran dinilai penting agar dana publik benar-benar diprioritaskan untuk kebutuhan masyarakat luas.
“Riau butuh solusi fiskal, bukan hanya retorika. Efisiensi harus dimulai dari elit politik,” pungkasnya.